Thursday, September 4, 2008

Surat Untuk Mama

Ma, aku tahu penderitaanmu sewaktu melahirkan aku ke dunia ini
Tiga hari tiga malam kesakitan terus menerus
Sebelum akhirnya aku hadir di tengah-tengah keluarga ini

Ma, engkau sibuk memasakkan makanan yang bergizi untukku ketika masih kecil
Menjagaku agar tetap sehat
Merawatku dengan telaten dan sedikit kekuatiran khas seorang ibu ketika aku sakit
Dan aku sangat berterima kasih

Aku tidak ingin menyalahkan engkau,
Walaupun engkau tidak pernah mendidik aku cara bersikap dan tata krama sewaktu kecil
Meskipun engkau tidak memberi perhatian khusus kepadaku
Pada keinginan seorang bocah kecil yang tidak disadarinya saat itu
Kalau dia ingin dibelai
Kalau dia ingin didengarkan
Karena engkau terlalu sibuk
Sibuk memasak, sibuk dengan pekerjaan rumah tangga, sibuk dengan adik-adikku yang lain, dan sibuk mencari penghasilan tambahan
Setiap hari, dari pagi hingga malam, engkau terus berkutat di dapur, di kamar, dan di depan mesin jahit
Dan juga terus berkubang dalam lingkaran sakit hati terhadap orang-orang yang menyakiti hatimu

Engkau memang tidak pernah membiarkan kami kelaparan dan menelantarkan sekolah kami
Tapi engkau tidak pernah tahu
Apakah kami sempat mandi hari itu ?
Apakah kami sempat diusir tetangga karena bertamu hingga tak tahu waktu ?

Aku juga tidak menyalahkan engkau
Walaupun setelah beranjak remaja engkau tidak menanamkan pendidikan moral kepadaku
Tidak mendidik aku memilih teman pria yang benar
Hanya satu kata, “Jangan menjadi perempuan yang mata duitan”
Dan engkau juga masih sibuk di dapurmu, di depan mesin jahitmu, dan masih berkubang dalam kebencian pada orang-orang itu

Engkau menganggap aku telah mengerti segalanya
Engkau membiarkan aku berjalan ke sana kemari, seperti anak ayam kehilangan induk
Walaupun aku sudah kelihatan dewasa
Aku masih butuh bimbingan
Aku ingin didengar
Banyak pergolakan batin di hatiku saat itu, pendidikanku, dan pergaulanku
Karena aku bingung menentukan langkahku, terjebak di antara masa kanak-kanak dan dunia dewasa yang membingungkan

Memang, akhirnya aku salah langkah
Aku salah memilih pasangan hidup
Dan berpisah

Aku tidak ingin menyalahkan siapa-siapa
Aku hanya ingin memperbaiki kesalahanku
Aku ingin belajar dari kekuranganku dan bangkit untuk lebih baik lagi

Namun engkau menyalahkan aku
Aku terlalu bodoh, mataku buta diolesi kotoran kerbau memilih pria buruk rupa itu sebagai suami
Dan lagi-lagi menyalahkan aku karena menolak jodoh dari kalian, yang lebih baik dan kaya

Lalu engkau terjebak hutang yang dibuat papa saat itu
Sebuah hutang yang seharusnya tidak pernah terjadi, dan tidak sepantasnya terjadi
Kalian panik, dan sibuk ke sana ke mari mengali lubang untuk menutup lubang

Ma, aku mengerti kesulitan kalian
Dan aku tidak ingin membebani kalian
Aku sendiri juga tengah berjuang, mencari uang untuk menghidupi aku dan anak-anak
Tapi, dengan pendidikanku yang gagal, seberapa besarkah gaji yang kubawa pulang ?

Ma, engkau tidak pernah tahu
Betapa sering di tengah malam aku menangis diam-diam
Menguatirkan masa depan anak-anak
Mencemaskan uang di tangan yang hanya cukup untuk sarapan besok pagi
Sedangkan uang sekolah anak-anak belum dibayar
Sehingga terkadang, aku tidak memiliki sisa uang untuk diberikan kepadamu
Terkadang anak-anak harus memakan berasmu

Ketika aku mendapatkan pekerjaan yang lebih baik
Engkau menyalahkan aku , mengatakan aku egois
Tidak mempedulikan kesengsaraan papa dan membayar hutangnya

Ma, uang itu untuk masa depan anak-anak
Aku tidak ingin mereka bernasib sepertiku
Hutang papa itu karena kelalaiannya sendiri, berfoya-foya di luar
Membagi-bagikan uangnya seperti seorang santa
Terpuruk ditinggalkan orang-orang setelah bangkrut

Aku bukan tidak peduli,
Aku membawamu berbelanja kebutuhan sehari-hari
Aku membawamu pergi ke restoran mewah kesukaanmu
Tapi mungkin itu masih belum cukup buatmu, karena menurutmu – anak-anakku memakan berasmu.

Begitu terpojoknya engkau oleh hutang papa, yang diperparah oleh penyakit kankernya
Sehingga engkau diam saja, mendukung papa dan keluarga
Agar aku menjadi perempuan simpanan
Karena pria itu, menawarkan rumah untukku kalau aku bersedia dipelihara
Karena kalian sudah kehilangan rumah
Digadaikan untuk menutup hutang

Tiap hari, kalian mengejarku
Uang dan rumah yang tak kunjung datang
Tapi kalian tidak pernah bertanya kepadaku
Bagaimana perasaanku yang sebenarnya

Ma, tahukah kamu, aku menangis diam-diam tiap kali bersama pria itu
Hatiku terluka berdarah tiap kali menghabiskan waktu bersamanya.
Pria itu, yang tidak pernah kucintai dengan sepenuh hati.
Dan aku tahu aku dibohongi, karena dia hanya ingin tubuhku belaka
Rumah itu tak pernah akan ada
Hanya karena kalian, mengatakan aku anak tidak berbakti kalau aku tidak ikut membantu keuangan kalian yang morat marit.
Mengatakan aku sebagai parasit, yang menggerogoti berasmu bersama anak-anakku

Ketika hati kecilku yang sudah memberontak itu menang
Kalian marah
Kalian menudingku sebagai anak tidak berguna.
Papa mengutukku sebagai anak durhaka, sesaat sebelum beliau menghembuskan napas terakhirnya

Dan engkau semakin tenggelam dalam kubangan kebencian usang terhadap orang-orang yang menyakitimu puluhan tahun yang lalu.
Dan dalam daftar orang-orang itu juga mungkin bertambah satu lagi
Yaitu diriku

Ma, aku tidak mengerti
Dulu, kalian mengajarkan aku agar tidak materialistis
Uang bukan segalanya, itu kalimat kalian berdua setiap kali sewaktu aku masih kecil
Tapi, mengapa aku harus menggadaikan harga diriku demi hutang itu
Mengapa

Hari ini, aku pergi jauh
Meninggalkanmu dengan berat hati
Tapi aku harus pergi
Aku tidak sanggup berada di tempat yang dulu kuanggap sebagai rumah itu lagi
Aku tidak sanggup membohongi nuraniku sendiri
Aku pergi, mencari jati diriku sendiri
Jati diri seorang perempuan yang memiliki harga diri dan masa depan
Aku tidak ingin pulang
Karena engkau masih akan menyuruhku menggadaikan harga diriku

Di sini, walaupun aku makan dan hidup sederhana
Aku menemukan harga diriku dan aku bisa mendongakkan kepalaku tinggi-tinggi
Dan anak-anak sudah mendapatkan tempat mereka yang layak

Ma, aku tidak menyalahkan dirimu
Engkau juga manusia biasa, sama sepertinya aku
Yang bisa melakukan kesalahan dan tidak sempurna
Aku tidak ingin menghakimi engkau, seperti halnya aku juga tidak ingin dihakimi siapapun
Hanya Tuhan yang boleh menghakimi makhluk ciptaanNya
Aku hanya bisa memperhatikan dari kejauhan, dari lautan seberang
Diam-diam menitipkan sedikit biaya untukmu
Juga menitipkan cinta kepada angin yang bertiup

No comments: